Beberapa
saat yang lalu kita baru saja selesai melaksanakan upacara kemerdekaan 17
Agustus 2013, bila dihitung-hitung sungguh tak terasa sudah 64 tahun berlalu
sejak pengibaran bendera merah putih pertama di bumi Bulungan yang begitu
khitmat terlaksana dibawah tekanan NICA dan semangat masyarakat Kesultanan Bulungan
yang begitu menyala-nyala mendukung Republik Indonesia.
Ingatan
saya kembali terbayang pada sebuah tiang bendera tinggi yang saat ini masih
berdiri kokoh didepan reruntuhan Istana Bulungan yang saat ini sudah berdiri
sebuah Museum Kesultanan Bulungan, sepi sendirian, di keroposi oleh waktu dan
terabaikan manusia disekitarnya.
Padahal
dahulu ada kisah heroik mengenai keberadaan tiang bendera tersebut, jauh
sebelumnya, tiang ini pernah digunakan dalam upacara penyematan gelar Kolonel Tituler
di depan istana bertingkat AM. Soelaiman, tentu saja Triwarna Belanda berkibar
disana tahun 1947, tak lama berselang Triwarna digusur oleh Dwi warna Sangsaka
merah putih pada Agustus 1949.
Ada cerita
unik tentang keberadaan Sang saka Merah Putih Di Bulungan, menurut catatan
resmi sejarah Bulungan, bendera ini justru diberikan oleh seorang Komandan
Militer jepang bernama Kumatsu yang sempat menduduki Tanjung Selor sebelum
akhirnya harus melarikan diri dari kejaran tentara sekutu, khususnya para Digger atau tentara Australia yang
memasuki tanjung Selor setelah operasi pembebasan Tarakan yang bersandikan
operasi Obe One.
Ada
misteri yang belum terungkap khususnya tentang sosok Kumatsu, seperti misalnya
apakah Komandan Kumatsu sudah mengetahui tentang proklamasi kemerdekaan
Indonesia, jika benar darimana ia mengetahuinya? dari mana Kumatsu mendapatkan
bendera merah putih itu? Apakah ia sendiri yang memerintahkan untuk menjahit
bendera tersebut? Atau bendera tersebut hasil sitaan yang dilakukan oleh
militer Jepang terhadap para pejuang yang berusaha memasuki wilayah Bulungan?
Apakah Kumatsu seorang Jepang yang memiliki kecintaan terhadap Indonesia
khususnya Bulungan sehingga ia menyerahkan secara resmi sang saka merah putih
kepada Kesultanan Bulungan? Atau adakah motif lain seperti apakah ia memberikan
bendera merah putih karena tidak rela Bulungan kembali jatuh ke tangan Belanda
(NICA) sehingga keberadaan bendera tersebut sebuah pembenaran sejarah jika
terjadi pemberontakan Bulungan terhadap belanda?. Hal tersebut akan sekian
banyak pertanyaan yang belum dapat terjawab dengan pasti mengenai misteri
bendera merah putih di Bulungan ini, ditambah lagi, sampai hari ini, pun tak
diketahui lagi kemana rimbanya bendera merah putih yang pertama kali di
kibarkan di Tanjung palas itu.
Namun dari
kepingan sejarah tentang bendera tersebut, Kumatsu memberikannya kepada
Kesultanan Bulungan yang diwakili oleh Bendara Paduka Raja, Menteri Kesultanan
Bulungan orang yeng menerima bendera tersebut, selanjutnya pada malam 16
Agustus, Bendera tersebut telah dipersiapkan untuk dilakukan pengibaran bendera
merah putih yang langsung disaksikan segenap rakyat Kesultanan Bulungan,
walaupun sebelumnya ada himbauan dari NICA agar bendera itu tak lama dikibarkan
dan KNIL akan tetap berada disekitar istana. Keinginan Belanda ternyata di
tolak tegas oleh Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin dan Datuk Bendahara Paduka
raja beserta menteri, staf kerajaan dan rakyat Bulungan. Uniknya NICA dan KNIL
tak berani melawan Sultan karena pangkatnya sebagai Kolonel Tituler membuatnya
berpangkat lebih tinggi dari pejabat Belanda manapun yang ada di Bulungan,
keesokan harinya disaksikan oleh sengenap rakyat Kesultanan Bulungan, 17
Agustus 1949 menjadi hari yang bersejarah, sang saka merah putih resmi berkibar
di Bulungan dan kesultanan Bulungan menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI.
Tak
sampai setahun kemudian, diiringi kegembiraan rakyat Kesultanan Bulungan dan
tangisan keluarga pejabat Belanda, NICA akhirnya angkat kaki dari Bulungan,
konon menurut kisah yang diceritakan pada saya, ketika Bulungan secara resmi
menggabungkan diri ke NKRI, Ratu Wihelmina dikabarkan sempat menjatuhkan air
matanya, benar atau tidaknya cerita tersebut, ia tetap saja menjadi bagian
cerita yang menarik tentang keberanian dan kemampuan diplomatis dan romantisme
sejarah yang terjadi di masa itu.
Saya
pikir
tinggal kita, generasi muda yang meneladani para pendahulu kita,
membangun Bulungan yang lebih baik dimasa mendatang. Memandangi tiang
bendera
yang kokoh kesepian di makan waktu itu, membuat saya berfikir, sepahit
apapun yang pernah terjadi pada kita, selalu ada harapan untuk bangkit,
untuk
itulah kita belajar untuk memahami, mencontoh dan melakukan apa yang
perjuangkan
oleh para pendahulu kita. Walaupun sejarah Bulungan tak pernah menjadi
bagian
yang serius dari sejarah besar negeri ini, walau kita pernah dikhianati
oleh
oknum angkatan bersenjata negeri ini pada tragedi 1964, bagi saya selalu
ada jalan
untuk membangun Bulungan yang besar dimasa mendatang. Seperti seseorang
yang
pernah mengatakan sesuatu pada saya sore itu, “ biarpun kita ini pernah
di
jahati orang-orang itu, kita tetap
mencintai negeri ini seperti apa adanya …”. (zee)
Sumber
Refrensi:
Said
Ali Amin Bilfaqih, “ Kesultanan Bulungan Dari Masa – Masa”, CV. Eka Jaya
Mandiri, 2006.
M.
Said Karim, “Mutiara Abadi (Restruksi Kemerdekaan Bulungan)”, Pemerintah
kabupaten Bulungan Tanjung Selor, 2011.
Source: http://muhzarkasy-bulungan.blogspot.com
semoga jadi yang terbaik gan ,, saya doakan biar agan jadi juara !
ReplyDelete